Ironisnya, Ikhwani fillah, perang media propaganda mereka ini didukung oleh media-media yang katanya “Islami”
Segala Puji Bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya berupa kenikmatan iman, takwa, dan keistiqomahan buat para mujahid-mujahid yang berjuang di jalan-Nya. Sholawat dan salam buat junjungan besar kita, komandan mujahid, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Amma ba’du.
Dengan izin Allah, ana bisa menulis kembali untuk ikhwah dan akhwat sekalian. Walaupun hanya sebatas kata-kata Tahridh (penyemangat), namun Insya Allah bermanfaat buat kalian dalam menjadi sosok Mujahid media ke depan.
Ikhwani wa Akhwati fillah!
Memang perjuangan ini amatlah berat, penuh hal-hal yang membuat kaum muslimin sesak apabila melihat penindasan-penindasan kaum munafik, kafir, dan sebagainya terhadap umat ini. Penindasan yang mereka lakukan bukan saja pada fisik melalui invasi militer dan kekuatan-kekuatan yang lain. Namun juga didukung oleh media-media sekuler antek-antek Yahudi, dengan sarana propaganda jijik lagi keji melalui TV, media internet, surat kabar, dan sebagainya.
Ironisnya, Ikhwani fillah, perang media propaganda mereka ini didukung oleh media-media yang katanya “Islami”, tapi keterpihakan terhadap kaum muslimin begitu minim, bahkan tidak adil sama sekali.
Subhanallah, bagi umat Islam, terutama mujahid media Islam, netralitas kita adalah keberpihakan kita terhadap kaum muslimin dan pejuang-pejuang Islam yang membela kaum muslimin, dengan harta dan jiwa. Menabrak pakem yang telah dibuat oleh kaum sekuler dan kafir ini adalah sebuah kemuliaan buat Islam dan Izzatul Islam.
Coba Anda renungkan dengan baik saudara-saudaraku. Semua aturan media internasional itu dibikin oleh kaum zionis, dari aturan jurnalistik kenetralan, hal-hal humanis, serta keberpihakan media kepada negara-negara penjajah. Semua itu bentuk penjajahan jiwa buat jurnalis-jurnalis Islam di dunia. Mereka yang membuat sumber-sumber berita, dan kita yang mengutip untuk kita publish, seperti AP, Reuters, AFP, CNN, BBC, dan lain-lain. Kebanyakan kita berkiblat kepada sumber berita itu, mulai dari pengambilan, penyodoran, bahkan gaya atau lifestyle yang mereka buat.
Terus terang, selama lima tahun ana berkecimpung dalam dunia media ini, walaupun secara khusus ana bukan jurnalis yang hebat, bahkan masuk sekolah jurnalis saja tidak pernah, namun dengan izin Allah, dengan dibantu orang-orang yang ikhlas, ana bisa menabrak pakem yang dibuat kaum sekuler ini. Semua ini ikhwan, bisa terjadi bukan karena kita menguasai ilmu jurnalistik, tapi harus lebih dari itu.
Untuk menjadi jurnalis Islam yang hebat, itu sangat mudah. Semua itu harus bermula dari jiwa yang bersih, hati yang bersih, dan hanya meletakkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas segala-galanya. Kita bertauhid kepada-Nya, serta menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan hidup, dengan Al-Quran dan-Hadis sebagai pegangan hidup. Demi Allah, kalian akan hebat bilamana itu semua kalian laksanakan.
Mengapa harus memerlukan jiwa yang bersih?, karena dengan jiwa yang bersih, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kita sebuah mata hati yang bisa melihat antara yang haq dan bathil, kebenaran dan kesesatan. Yang bisa membedakan, mana yang Islam dan mana yang kafir serta munafik. Tanpa hati yang bersih, maka kebatilan selalu terdepan, sedangkan kebenaran tersingkir hanya demi memuaskan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka konsep cek dan ricek, atau dengan kata lain tabayyun ini sangatlah penting. Wajib bagi jurnalis-jurnalis Islam bertabayyun dalam setiap hal, dan bisa memberikan yang terbaik buat Islam dan kaum muslimin, walaupun orang kafir membenci dan memboikot. Jangan hanya gara-gara orang tidak ingin beriklan di media kita, kita sanggup mengorbankan kebenaran ke arah sesuatu yang samar-samar atau bohong.
Yang kedua, meletakkan Allah di atas segalanya. Dan poin ini sangatlah penting. Di sinilah banyak di antara kita, dari jurnalis muslim kadang ragu dalam hal kebenaran. Bahkan takut menyampaikan kebenaran itu, karena masih merasa manusia lebih besar dari Allah, takut kepada bos, pemerintah, dan penegak hukum thaghut.
Apabila kebenaran itu disampaikan, maka mungkin akan diintimidasi bahkan ditangkap. Saudaraku, ingatlah jika manusia ini berkumpul untuk memberikan kemadhorotan (mencelakakan) kepada kamu, mereka tidak akan bisa kecuali dengan izin Allah. Allahu akbar!! Allah Maha Besar, tidak ada yang lebih besar dari-Nya. Jangan takut, maka bergantunglah kepada-Nya dan bijaksanalah.
Ketiga, menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan. Ia benar, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh terbaik buat umat Islam dalam segala hal, perhatikan QS. Al-Fath ayat 29.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...”
Ayat tersebut menggambarkan sikap dan keberpihakan kita, serta loyalitas kepada sesama muslim. Keras terhadap orang kafir dan lembut terhadap sesama orang Islam. Ini perlu kebijaksanaan para mujahid itu sendiri. Intinya, sebelum menulis sesuatu berita atau artikel, kita harus mempertimbangkan dampaknya untuk kaum muslimin. Jika itu sebuah kebenaran, maka harus disampaikan walau pahit, tapi harus bijaksana dan lembut. Namun jika menyampaikan kekalahan-kekalahan orang kafir, harus tegas, karena itu akan membuat kaum muslimin bangga karena sebuah kabar gembira.
Dan terakhir, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Apapun masalahnya atau argumentasinya, jika kita berselisih atau bingung dalam memposisikan sesuatu, maka kembalikanlah kepada kitabullah wa sunnatu rosulullah (Al Quran dan As Sunnah), karena di situlah petunjuk dari sang pencipta dan tauladan buat umat manusia. Insya Allah, jika kita istiqomah dalam segala hal ini, kita akan sukses dunia akhirat.
Ikhwah fillah!
Maka oleh itu, jangan kalian merasa kecil dan tidak bersemangat dalam membela agama Allah ini. Jika belum berkesempatan untuk berjuang di medan laga, maka kita bisa berjihad di medan maya dan sejenisnya, sehingga Dien ini hanya milik Allah.
Sebelum ana mengakhiri tahridh ini, ana ingin menukil beberapa kata dari seorang mujahid agung, Dr. Ayman Az Zawahiri dalam bukunya “At-Tabriah; Mengapa Mujahid Media Itu harus Eksis dan Media Islam Harus Menjadi Yang Terdepan.” Ada tiga poin yang dikutip:
1. Untuk menjawab syubhat-syubhat (fitnah) kaum kafir dan antek-anteknya dengan bukti yang benar.
2. Menjawab segala asumsi dan opini media kafir dan sekuler dengan fakta.
3. Membangkitkan rasa percaya diri umat ini, bahwasanya eksistensi umat itu masih ada.
Alhamdulillah, semoga tulisan ini bermanfaat saudaraku sekalian yang ana cintai karena Allah. Ikhlas, sabar, istiqomah dan optimislah untuk menjadi manusia yang terbaik untuk umat ini. Bersatulah dan pupuklah ukhuwah dengan sesama jurnalis dan kaum muslim yang lain. Selalu menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Doakan ana istiqomah dan terlepas dari fitnah yang dilemparkan musuh-musuh Islam. Allahu maulana wala maulaalahum! Allah pelindung kita dan mereka (orang kafir) tidak punya perlindungan. Wallahu ‘lam bishshawab!
Dari saudara kalian, Muhammad Jibriel AR
(hidayatullah.com)
Segala Puji Bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya berupa kenikmatan iman, takwa, dan keistiqomahan buat para mujahid-mujahid yang berjuang di jalan-Nya. Sholawat dan salam buat junjungan besar kita, komandan mujahid, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Amma ba’du.
Dengan izin Allah, ana bisa menulis kembali untuk ikhwah dan akhwat sekalian. Walaupun hanya sebatas kata-kata Tahridh (penyemangat), namun Insya Allah bermanfaat buat kalian dalam menjadi sosok Mujahid media ke depan.
Ikhwani wa Akhwati fillah!
Memang perjuangan ini amatlah berat, penuh hal-hal yang membuat kaum muslimin sesak apabila melihat penindasan-penindasan kaum munafik, kafir, dan sebagainya terhadap umat ini. Penindasan yang mereka lakukan bukan saja pada fisik melalui invasi militer dan kekuatan-kekuatan yang lain. Namun juga didukung oleh media-media sekuler antek-antek Yahudi, dengan sarana propaganda jijik lagi keji melalui TV, media internet, surat kabar, dan sebagainya.
Ironisnya, Ikhwani fillah, perang media propaganda mereka ini didukung oleh media-media yang katanya “Islami”, tapi keterpihakan terhadap kaum muslimin begitu minim, bahkan tidak adil sama sekali.
Subhanallah, bagi umat Islam, terutama mujahid media Islam, netralitas kita adalah keberpihakan kita terhadap kaum muslimin dan pejuang-pejuang Islam yang membela kaum muslimin, dengan harta dan jiwa. Menabrak pakem yang telah dibuat oleh kaum sekuler dan kafir ini adalah sebuah kemuliaan buat Islam dan Izzatul Islam.
Coba Anda renungkan dengan baik saudara-saudaraku. Semua aturan media internasional itu dibikin oleh kaum zionis, dari aturan jurnalistik kenetralan, hal-hal humanis, serta keberpihakan media kepada negara-negara penjajah. Semua itu bentuk penjajahan jiwa buat jurnalis-jurnalis Islam di dunia. Mereka yang membuat sumber-sumber berita, dan kita yang mengutip untuk kita publish, seperti AP, Reuters, AFP, CNN, BBC, dan lain-lain. Kebanyakan kita berkiblat kepada sumber berita itu, mulai dari pengambilan, penyodoran, bahkan gaya atau lifestyle yang mereka buat.
Terus terang, selama lima tahun ana berkecimpung dalam dunia media ini, walaupun secara khusus ana bukan jurnalis yang hebat, bahkan masuk sekolah jurnalis saja tidak pernah, namun dengan izin Allah, dengan dibantu orang-orang yang ikhlas, ana bisa menabrak pakem yang dibuat kaum sekuler ini. Semua ini ikhwan, bisa terjadi bukan karena kita menguasai ilmu jurnalistik, tapi harus lebih dari itu.
Untuk menjadi jurnalis Islam yang hebat, itu sangat mudah. Semua itu harus bermula dari jiwa yang bersih, hati yang bersih, dan hanya meletakkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas segala-galanya. Kita bertauhid kepada-Nya, serta menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan hidup, dengan Al-Quran dan-Hadis sebagai pegangan hidup. Demi Allah, kalian akan hebat bilamana itu semua kalian laksanakan.
Mengapa harus memerlukan jiwa yang bersih?, karena dengan jiwa yang bersih, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kita sebuah mata hati yang bisa melihat antara yang haq dan bathil, kebenaran dan kesesatan. Yang bisa membedakan, mana yang Islam dan mana yang kafir serta munafik. Tanpa hati yang bersih, maka kebatilan selalu terdepan, sedangkan kebenaran tersingkir hanya demi memuaskan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka konsep cek dan ricek, atau dengan kata lain tabayyun ini sangatlah penting. Wajib bagi jurnalis-jurnalis Islam bertabayyun dalam setiap hal, dan bisa memberikan yang terbaik buat Islam dan kaum muslimin, walaupun orang kafir membenci dan memboikot. Jangan hanya gara-gara orang tidak ingin beriklan di media kita, kita sanggup mengorbankan kebenaran ke arah sesuatu yang samar-samar atau bohong.
Yang kedua, meletakkan Allah di atas segalanya. Dan poin ini sangatlah penting. Di sinilah banyak di antara kita, dari jurnalis muslim kadang ragu dalam hal kebenaran. Bahkan takut menyampaikan kebenaran itu, karena masih merasa manusia lebih besar dari Allah, takut kepada bos, pemerintah, dan penegak hukum thaghut.
Apabila kebenaran itu disampaikan, maka mungkin akan diintimidasi bahkan ditangkap. Saudaraku, ingatlah jika manusia ini berkumpul untuk memberikan kemadhorotan (mencelakakan) kepada kamu, mereka tidak akan bisa kecuali dengan izin Allah. Allahu akbar!! Allah Maha Besar, tidak ada yang lebih besar dari-Nya. Jangan takut, maka bergantunglah kepada-Nya dan bijaksanalah.
Ketiga, menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan. Ia benar, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh terbaik buat umat Islam dalam segala hal, perhatikan QS. Al-Fath ayat 29.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...”
Ayat tersebut menggambarkan sikap dan keberpihakan kita, serta loyalitas kepada sesama muslim. Keras terhadap orang kafir dan lembut terhadap sesama orang Islam. Ini perlu kebijaksanaan para mujahid itu sendiri. Intinya, sebelum menulis sesuatu berita atau artikel, kita harus mempertimbangkan dampaknya untuk kaum muslimin. Jika itu sebuah kebenaran, maka harus disampaikan walau pahit, tapi harus bijaksana dan lembut. Namun jika menyampaikan kekalahan-kekalahan orang kafir, harus tegas, karena itu akan membuat kaum muslimin bangga karena sebuah kabar gembira.
Dan terakhir, kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Apapun masalahnya atau argumentasinya, jika kita berselisih atau bingung dalam memposisikan sesuatu, maka kembalikanlah kepada kitabullah wa sunnatu rosulullah (Al Quran dan As Sunnah), karena di situlah petunjuk dari sang pencipta dan tauladan buat umat manusia. Insya Allah, jika kita istiqomah dalam segala hal ini, kita akan sukses dunia akhirat.
Ikhwah fillah!
Maka oleh itu, jangan kalian merasa kecil dan tidak bersemangat dalam membela agama Allah ini. Jika belum berkesempatan untuk berjuang di medan laga, maka kita bisa berjihad di medan maya dan sejenisnya, sehingga Dien ini hanya milik Allah.
Sebelum ana mengakhiri tahridh ini, ana ingin menukil beberapa kata dari seorang mujahid agung, Dr. Ayman Az Zawahiri dalam bukunya “At-Tabriah; Mengapa Mujahid Media Itu harus Eksis dan Media Islam Harus Menjadi Yang Terdepan.” Ada tiga poin yang dikutip:
1. Untuk menjawab syubhat-syubhat (fitnah) kaum kafir dan antek-anteknya dengan bukti yang benar.
2. Menjawab segala asumsi dan opini media kafir dan sekuler dengan fakta.
3. Membangkitkan rasa percaya diri umat ini, bahwasanya eksistensi umat itu masih ada.
Alhamdulillah, semoga tulisan ini bermanfaat saudaraku sekalian yang ana cintai karena Allah. Ikhlas, sabar, istiqomah dan optimislah untuk menjadi manusia yang terbaik untuk umat ini. Bersatulah dan pupuklah ukhuwah dengan sesama jurnalis dan kaum muslim yang lain. Selalu menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Doakan ana istiqomah dan terlepas dari fitnah yang dilemparkan musuh-musuh Islam. Allahu maulana wala maulaalahum! Allah pelindung kita dan mereka (orang kafir) tidak punya perlindungan. Wallahu ‘lam bishshawab!
Dari saudara kalian, Muhammad Jibriel AR
(hidayatullah.com)