Tudingan Markas polisi menjadi sarang markus (makelar kasus) semakin terang benderang. Bukan lagi rahasia umum. Tidak lagi dibicarakan secara bisik-bisik. Kita tak perlu lagi takut membicarakan adanya makelar kasus di kantor yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas markus itu.
Adalah lakon Susno Duadji yang membuat keberadaan markus di markas polisi tersebut semakin jelas. "Nyanyiannya" tentang mafia pajak menujukkan bahwa arah penyidikan di kantor tersebut bisa diatur. Mafia ternyata lebih berkuasa daripada penyidik.
Bukti terakhir yang memperlihatkan bahwa markus berseliweran di Terunojoyo (sebutan Mabes Polri) adalah surat dakwaan kasus Anggodo. Ternyata, geng Anggodo dan Ari Muladi mengadakan pertemuan di Terunojoyo saat merancang pemufakatan jahat untuk menghalangi penyidikan kasus korupsi Anggoro. Mereka bertemu di situ seperti di kantor sendiri. Itu sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan.
Sekarang Susno yang membuka kartu tentang mafia kasus tersebut ditahan di Mabes Polri. Wajar kita curiga, jangan-jangan jenderal bintang tiga itu ditahan kawan-kawannya agar kartu-kartu lain tidak terbuka. Terkuaknya dua skandal mafia hukum, yakni kasus Anggodo dan Gayus, tersebut meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa masih banyak pertemuan markus lain yang pernah terjadi di Terunojoyo. Bisa jadi, masih banyak Anggodo atau Syahril Johan lainnya.
Publik pun yakin bahwa pertemuan para pengacau hukum itu melibatkan para jenderal. Mana mungkin para mafioso tersebut bisa bebas berkeliaran dan menggelar rapat di Terunojoyo bila tak ada tuan rumah yang membukakan pintu.
Kita juga ingat, pada awal kasus Anggodo meledak, sejumlah unjuk rasa membawa poster bergambar Anggodo dengan bintang empat di pundak. Pakaiannya persis dengan seragam resmi Kapolri. Selain itu, dibawa gambar pengusaha asal Surabaya tersebut yang jelas ditulisi jabatannya sebagai Kapolri. Tidak ada yang salah dari sindiran tersebut karena Anggodo benar-benar menjadi "penguasa" Mabes Polri. Bukti berkuasanya Anggodo itu sangat jelas dalam rekaman percakapannya. Rekaman tersebut menunjukkan bahwa dia dengan mudah mengatur para jenderal polisi dan petinggi Kejaksaan Agung.
Mungkin kalau ada survei tentang kepercayan publik terhadap penyidikan di Mabes Polri, kita tidak perlu kaget bila hasilnya sangat rendah. Bahkan, mungkin kredibilitas Mabes Polri sekarang paling rendah.
Inilah saatnya melakukan evaluasi total di Mabes Polri. Bila Kapolri tak mampu membersihkan rumah sendiri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak perlu ragu untuk membersihkan Mabes Polri dari para mafia. Baik itu anggota sindikat dari luar maupun yang berseragam. Jenderal-jenderal yang sangat diindikasi terlibat dalam mata rantai markus harus secepatnya diganti dan diusut.
Membersihkan jenderal yang terlibat dalam markus memang tak mudah. Tapi, paling tidak, langkah pertamanya adalah transparansi sejumlah kasus di Mabes Polri yang saat ini masih gelap gulita. Salah satunya, kabar tentang rekening sejumlah jenderal yang bernilai miliaran rupiah. Juga, kasus proyek jarkom/alkom (jaringan komunikasi/alat komunikasi) Polri. Pernah tercium aroma tidak beres dari proyek tersebut.
Bersih-bersih korupsi harus kita mulai dari aparat. Negeri ini akan tetap dikuasai koruptor bila yang menguasai markas Polri adalah para markus. (jawapos.co.id)